Sabtu, 28 September 2013

ABORSI
Definisi aborsi berbeda-beda tiap negara, tergantung kebijakan kesehatan yang berlaku di negaratersebut. Sebagai contoh di Amerika dan Indonesia, aborsi di definisikan sebagai berhentinya proses kehamilan sebelum usianya mencapai 22 minggu dari hari pertama haid terakhir atau bila berat janin kurang dari 500gram. Sedangkan di ngara lain, bila berat janin kurang dari 1000gram.Aborsi dapat terjadi secara spontan/alami karena komplikasi kehamilan atau disengaja.
Aborsi dapat terjadi secara spontan pada saat janin belum mampu hidup di luar rahim (biasanya < 22minggu), lebih dikenal dengan istilah ‘kelahiran prematur’.Aborsi yang disengaja di kategorikan berdasarkan dua alasan yaitu: pertama, aborsi terapetik yaitu aborsi yang dilakukan karena alasan keselamatan ibu dan/atau janin. Kedua, aborsi elektif yaitu aborsi yang dilakukan karena alasan selain indikasi ibu dan/atau janin. Diantara alasanyang sering dikemukan pelaku aborsi efektif adalah:1.Jumlah anak dalam keluarga sudah cukup2.Ketidakpastian menjadi orangtua secara financial maupun emosional3.Ketidaksiapan menjadi orangtua tunggal4.Pandangan negatif masyarakat terhadap wanita yang hamil diluar nikah5.Anggapan bahwa memiliki anak akan merusak karir atau mengganggu sekolah.
Aborsi yang sengaja dipicu dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang dilakukan dipilih berdasarkan usi  janin dalam kandungan, ketersediaan alat pada klinik, dan pilihandokter-pasien. Legalitas, pravalensi, dan pandangan budaya terhadap aborsi berlain-lainan padanegara-negara di dunia. Pada banyak negara, perdebatan publik tentang aborsi merupakan topik yang popular dan tidak jarang memicu konflik antar paham pro-life dan pro-choice
EFEK ABORSI
1.     Efek Jangka Pendek
·         Rasa sakit yang intens
·         Terjadi kebocoran uterus
·         Pendarahan yang banyak
·         Infeksi
·         Bagian bayi yang tertinggal di dalam
·         Shock/Koma
·         Merusak organ tubuh lain
·         Kematian
2.     Efek Jangka Panjang
·         Tidak dapat hamil kembali
·         Keguguran Kandungan
·         Kehamilan Tubal
·         Kelahiran Prematur
·         Gejala peradangan di bagian pelvis
·         Hysterectom

 ABORSI EFEKTIF
Sampai usia kehamilan berapa bulan aborsi dapat dilakukan dengan menggunakan Misoprostol?
Misoprostol sebaiknya jangan pernah digunakan setelah usia kehamilan di atas 20 minggu. Seorang janin bisa bertahan hidup di luar rahim mulai usia janin 20 minggu. Setelah periode tersebut, penggunaan Misoprostol dapat mengakibatkan kelahiran seorang bayi hidup.

Walaupun Misoprostol efektif sampai usia kehamilan lanjut namun resiko komplikasi bisa berlipat ganda. Anda sangat tidak disarankan untuk tidak melakukan aborsi seorang diri setelah usia kehamilan di atas 15 minggu karena resiko komplikasi tinggi dan dapat mengakibatkan trauma yang mendalam. Pada tahap tersebut prosedur ini sama saja dengan induksi kelahiran sehingga perempuan sebaiknya berada dekat dengan rumah sakit.

Semakin lanjut usia kehamilan, semakin cepat resiko komplikasi meningkat. 4-8% perempuan dengan kehamilan i trimester kedua (12 minggu) yang mencoba menggunakan Misoprostol digambarkan akan mengalami perdarahan berat. Oleh karena itu disarankan agar tablet-tablet tersebut digunakan di ruang tunggu rumah sakit atau di sebuah kafe dekat rumah sakit. Dalam hal ini, jika terjadi apa-apa, Anda dekat dengan rumah sakit. Gejala-gejala aborsi sama persis dengan keguguran. Jika Anda membutuhkan perawatan darurat di rumah sakit, beritahu dokter bahwa Anda mengalami keguguran karena perempuan dapat dituntut jika terbukti melakukan praktek aborsi. Gejala-gejala dan penanganan aborsi sama persis dengan keguguran.

Anda disarankan untuk tidak melakukan praktek aborsi seorang diri. Sampai dengan usia kehamilan 12 minggu, seorang perempuan dapat menggunakan 4 tablet 200 mikrogram (total 800 mcg) dengan menaruhnya di bawah lidah. Jangan ditelan!!! Setelah 3 jam 4 tablet berikutnya dapat diletakkan lagi di bawah lidah, (Jangan ditelan!!!) atau dimasukkan sejauh mungkin ke dalam liang vagina. Setelah 3 jam berikutnya, letakkan kembali 4 tablet di bawah lidah dan jangan ditelan!!!

Jika usia kehamilan Anda antara 13-20 minggu, Anda masih dapat menggunakan Misoprostol untuk melakukan aborsi. Seorang perempuan dapat menggunakan 2 tablet masing-masing 200mcg (total 400mcg) bisa melalui vagina atau diletakkan di bawah lidah setiap 3 jam sampai mencapai 5 dosis (10 tablet). Jika dimasukkan melalui vagina, tablet-tablet tersebut akan bekerja sedikit lebih efektif. Jika Anda pergi ke dokter, Anda harus benar-benar memastikan tidak ada tablet-tablet yang tersisa dengan cara memasukkan jari Anda sejauh mungkin ke dalam liang vagina. Dalam beberapa kasus Anda sebaiknya memilih metode meletakkan tablet-tablet tersebut di bawah lidah jika khawatir terkena masalah hukum.

Metode ini efektif 80% setelah 24 jam. Kemungkinan akan terjadi kram dan perdarahan berat, oleh karena itu sebaiknya tablet-tablet tersebut digunakan di ruang tunggu rumah sakit atau di sebuah kafe dekat rumah sakit. Perlu diperhatikan bahwa tubuh akan banyak kehilangan jaringan dan darah, juga janin (tergantung usia kehamilan) yang mungkin bisa dikenali dan dapat menyebabkan stress. Oleh karena sangat tidak disarankan untuk melakukan aborsi tanpa bantuan orang lain pada usia kehamilan di atas 15 minggu karena resiko komplikasi yang tinggi dan dapat menyebabkan trauma yang mendalam. Prosedur induksi pada tahap tersebut seperti layaknya proses persalinan).

Contoh Aborsi

Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses aborsi:
1.      Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan) 
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.
2.      Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan) 
Pada tahap ini, dimana janin baru  berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus).
Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya.  Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan.
Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
3.      Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan) 
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.
Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya – setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari – bayi itu akhirnya meninggal.
Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.
4.      Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan) 
Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.
Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas – hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini – bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan.
Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.
Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang wanita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
Apa yang terjadi jika aborsi medis dilakukan setelah 9 minggu pertama kehamilan?
Jika usia kehamilan anda lebih dari 9 minggu dan aborsi medis tetap dilakukan, obat-obatan masih bekerja dan mampu menyebabkan aborsi. Namun, resiko komplikasi meningkat dan anda mungkin akan membutuhkan perawatan dokter (bacalah tabel dibawah ini mengenai komplikasi untuk mengetahui angka peningkatan resiko). Oleh karenanya, disarankan untuk memakai obat-obatan ketika berada di ruang tunggu rumah sakit atau di kafe dekat rumah sakit. Hal ini untuk menjaga bila terjadi situasi medis darurat. Gejala-gejalanya persis seperti keguguran. Bila anda memerlukan perawatan darurat di rumah sakit, sampaikan pada dokter anda mengalami keguguran, karena perempuan dapat dituntut atas tindakan aborsi. Gejala dan perawatannya sama dengan keguguran.
Perhatikan juga bahwa anda akan kehilangan banyak darah dan jaringan, dan kemungkinan janin (ukurannya tergantung lama kehamilan) yang bisa dikenali. Hal ini cukup membuat stres. Jika anda tidak memiliki alternatif lain, aborsi medis merupakan cara yang jauh lebih aman dibanding cara-cara berbahaya lainnya seperti memasukkan benda tajam ke dalam vagina, menelan bahan kimia beracun seperti pemutih, atau memukuli perut. Jangan pernah gunakan metode tersebut!

Sumber ilmiah:

Aborsi medis telah terbukti efektif digunakan pada trimester pertama kehamilan (usia 12 minggu) dan bahkan trimester kedua kehamilan.  Namun, resiko komplikasi karena aborsi medis meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Terdapat peningkatan jumlah prosedur operasi yang disebabkan oleh kegagalan obat atau perdarahan berat.

Lama Kehamilan
% Perempuan yang Memerlukan Perawatan Medis Lebih Lanjut
0-49 hari (0-7 mg)
2 %
40-63 hari (7-9 mg)
2.5%
64-70 hari (9-10 mg)
2.7%
71-77 hari (10-11 mg)
3.3%
77-84 hari (11-12 mg)
5.1%
85-91 hari (12-13 mg)
8%

(Perawatan komplikasi aborsi medis meliputi vakum aspirasi untuk kehamilan yang berlanjut atau aborsi tidak lengkap.)

Untuk kehamilan usia 49 hingga 64 hari (7 sampai 9 minggu), 0,2% perempuan mungkin membutuhkan kuret darurat karena perdarahan  (atau 1 per 500 perempuan yang melakukan aborsi medis).

Perbandingan resiko ini mirip dengan shock anafilaksis (adalah kondisi yang mengancam nyawa) setelah penggunaan penisilin. 

Untuk kehamilan usia 64 hingga 93 hari (9 sampai 13 minggu), 0,4 % perempuan mungkin membutuhkan kuret darurat karena perdarahan.  Bahkan untuk kehamilan diatas 13 minggu, hanya 5,2 % perempuan yang membutuhkan bantuan melalui prosedur bedah karena kehamilan berlanjut atau aborsi tidak lengkap. 

Pada tahun 2004, “The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists dalam panduan klinis berbasis bukti menyatakan bahwa regimen medis Mifepristone yang dikombinasi dengan Misoprostol aman dan efektif digunakan sebagai alternatif aborsi secara bedah pada usia kehamilan 9-13 minggu oleh perempuan yang melakukan aborsi pada usia kehamilan 9-13 minggu.

Apabila seorang perempuan tidak memiliki pilihan aman lainnya dan tidak dapat mengakses layanan bantuan aborsi ini, maka kemungkinan ia akan memilih cara aborsi yang tidak aman. Beragam jenis metode untuk memicu terjadinya aborsi dilakukan seperti memasukkan benda tajam ke dalam vagina, menelan bahan kimia beracun seperti pemutih, atau memukuli perut untuk menyebabkan aborsi. 32 Aborsi medis merupakan pilihan yang lebih aman dibandingkan cara-cara lain.

Beberapa Metode Aborsi

Description: Aspirasi Vakum
Beberapa metode aborsi yang digunakan pada trimester pertama. Terdapat dua metode yang digunakan untuk penghentian kehamilan secara aman dan efektif :
1.      Aborsi medis
Aborsi medis terjadi apabila penggunaan obat-obatan dilakukan baik melalui vagina atau diminum untuk mengeluarkan seluruh isi kandungan.

Jika Anda tinggal di negara dimana tidak terdapat tindakan aborsi secara aman dan legal, silahkan Anda mengunjungi website kami www.womenonweb.org. Women on Web adalah pelayanan rujukan online untuk aborsi medis bagi para perempuan yang tinggal di tempat dimana akses terhadap aborsi dibatasi. Dengan membuat donasi sebesar 90 euro, Anda akan menerima pelayanan aborsi medis ( menggunakan Mifepriston dan Misoprostol yang 99% efektif untuk memicu terjadinya aborsi) yang dikirimkan ke alamat rumah Anda dengan pos kilat.

Di beberapa negara dimana akses terhadap aborsi aman dan legal tidak tersedia , Misoprostol mungkin lebih mudah didapatkan dan merupakan pilihan yang lebih murah daripada layanan Women on Web. Penggunaan Misoprostol tanpa didampingi Mifepristone terbukti 80% efektif. Jika Anda memutuskan untuk menghentikan kehamilan hanya dengan Misoprostol, mohon kunjungi link berikut ini www.womenonwaves.org/set-274-en.html?lang=en dan ikuti petunjuknya dengan baik.

 

2.      Aspirasi Vakum/Kuretase


Metode aspirasi Vakum/Kuretase adalah sebuah metode pengeluaran isi rahim dengan proses penyedotan menggunakan semacam tabung kanula yang dimasukkan ke dalam rahim melalui leher rahim. Berbagai istilah lain untuk aspirasi vakum adalah: aborsi penyedotan (suction abortion), kuretase vakum (vacuum curettage), kuretase penyedotan (suction curettage), regulasi menstruasi (menstrual regulation) dan penyedotan kecil (minisuction). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO – World Health Organization), kuretase dapat dilakukan sampai dengan 12 atau 15 minggu setelah periode menstruasi terakhir, tergantung dari peralatan yang tersedia, dan dibutuhkan pelatihan dan kemahiran tenaga kesehatan.

3.      Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.

4.      Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.

5.      Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.

6.      Histerotomy
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.

7.      Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.

8.      Metode D&C – Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.

9.      Pil RU 486
Masyarakat menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung.

10.  Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid – selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai ‘sistim penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi.
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”, dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah.


Daftar Pustaka


Chang, Dr. William, OFM Cap. Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Sofion, Anrini. “Fallopi,” Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 5, hlm. 250-251. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989

Yustinus, Dr. dalam makalah yang berjudul Diskusi tentang Doktrin Mengenai “Intrensence Malum” Sebelum dan Sesudah Veritatis Splendor. Makalah ini dibuat sebagai bahan ceramah ilmiah, dalam rangka pembukaan tahun kuliah STFT Widya Sasana, 22 Agustus 2006.