ABORSI
Definisi aborsi berbeda-beda tiap negara, tergantung kebijakan kesehatan
yang berlaku di negaratersebut. Sebagai
contoh di Amerika dan Indonesia, aborsi di definisikan sebagai berhentinya proses
kehamilan sebelum usianya mencapai 22 minggu dari hari pertama haid terakhir
atau bila berat janin kurang dari 500gram. Sedangkan di ngara lain, bila
berat janin kurang dari 1000gram.Aborsi dapat
terjadi secara spontan/alami karena komplikasi kehamilan atau disengaja.
Aborsi dapat terjadi secara spontan pada saat janin
belum mampu hidup di luar rahim (biasanya < 22minggu), lebih dikenal dengan istilah ‘kelahiran prematur’.Aborsi yang disengaja di kategorikan berdasarkan
dua alasan yaitu: pertama, aborsi terapetik yaitu aborsi yang
dilakukan karena alasan keselamatan ibu dan/atau janin. Kedua, aborsi
elektif yaitu aborsi yang dilakukan
karena alasan selain indikasi ibu dan/atau janin. Diantara alasanyang
sering dikemukan pelaku aborsi efektif adalah:1.Jumlah anak dalam keluarga sudah cukup2.Ketidakpastian menjadi orangtua secara financial maupun emosional3.Ketidaksiapan menjadi orangtua tunggal4.Pandangan negatif masyarakat terhadap wanita yang hamil diluar
nikah5.Anggapan bahwa memiliki anak akan merusak karir atau mengganggu sekolah.
Aborsi yang sengaja dipicu dapat dilakukan
dengan berbagai teknik. Teknik yang dilakukan dipilih berdasarkan usi janin dalam kandungan, ketersediaan alat pada klinik, dan pilihandokter-pasien. Legalitas, pravalensi, dan pandangan budaya
terhadap aborsi berlain-lainan padanegara-negara di dunia. Pada banyak negara,
perdebatan publik tentang aborsi merupakan topik yang popular dan tidak
jarang memicu konflik antar paham pro-life dan pro-choice
EFEK ABORSI
1. Efek Jangka Pendek
·
Rasa sakit yang
intens
·
Terjadi kebocoran
uterus
·
Pendarahan yang
banyak
·
Infeksi
·
Bagian bayi yang
tertinggal di dalam
·
Shock/Koma
·
Merusak organ tubuh
lain
·
Kematian
2. Efek Jangka Panjang
·
Tidak dapat hamil
kembali
·
Keguguran Kandungan
·
Kehamilan Tubal
·
Kelahiran Prematur
·
Gejala peradangan di
bagian pelvis
·
Hysterectom
ABORSI
EFEKTIF
Sampai
usia kehamilan berapa bulan aborsi dapat dilakukan dengan menggunakan
Misoprostol?
Misoprostol sebaiknya jangan pernah digunakan
setelah usia kehamilan di atas 20 minggu. Seorang janin bisa bertahan hidup di
luar rahim mulai usia janin 20 minggu. Setelah periode tersebut, penggunaan
Misoprostol dapat mengakibatkan kelahiran seorang bayi hidup.
Walaupun Misoprostol efektif sampai usia kehamilan
lanjut namun resiko komplikasi bisa berlipat ganda. Anda sangat tidak
disarankan untuk tidak melakukan aborsi seorang diri setelah usia kehamilan di
atas 15 minggu karena resiko komplikasi tinggi dan dapat mengakibatkan trauma
yang mendalam. Pada tahap tersebut prosedur ini sama saja dengan induksi
kelahiran sehingga perempuan sebaiknya berada dekat dengan rumah sakit.
Semakin lanjut usia kehamilan, semakin cepat
resiko komplikasi meningkat. 4-8% perempuan dengan kehamilan i trimester kedua
(12 minggu) yang mencoba menggunakan Misoprostol digambarkan akan mengalami
perdarahan berat. Oleh karena itu disarankan agar tablet-tablet tersebut
digunakan di ruang tunggu rumah sakit atau di sebuah kafe dekat rumah sakit.
Dalam hal ini, jika terjadi apa-apa, Anda dekat dengan rumah sakit.
Gejala-gejala aborsi sama persis dengan keguguran. Jika Anda membutuhkan
perawatan darurat di rumah sakit, beritahu dokter bahwa Anda mengalami
keguguran karena perempuan dapat dituntut jika terbukti melakukan praktek
aborsi. Gejala-gejala dan penanganan aborsi sama persis dengan keguguran.
Anda disarankan untuk tidak melakukan praktek
aborsi seorang diri. Sampai dengan usia kehamilan 12 minggu, seorang perempuan
dapat menggunakan 4 tablet 200 mikrogram (total 800 mcg) dengan menaruhnya di
bawah lidah. Jangan ditelan!!! Setelah 3 jam 4 tablet berikutnya dapat
diletakkan lagi di bawah lidah, (Jangan ditelan!!!) atau dimasukkan sejauh
mungkin ke dalam liang vagina. Setelah 3 jam berikutnya, letakkan kembali 4
tablet di bawah lidah dan jangan ditelan!!!
Jika usia kehamilan Anda antara 13-20 minggu, Anda
masih dapat menggunakan Misoprostol untuk melakukan aborsi. Seorang perempuan
dapat menggunakan 2 tablet masing-masing 200mcg (total 400mcg) bisa melalui
vagina atau diletakkan di bawah lidah setiap 3 jam sampai mencapai 5 dosis (10
tablet). Jika dimasukkan melalui vagina, tablet-tablet tersebut akan bekerja
sedikit lebih efektif. Jika Anda pergi ke dokter, Anda harus benar-benar
memastikan tidak ada tablet-tablet yang tersisa dengan cara memasukkan jari
Anda sejauh mungkin ke dalam liang vagina. Dalam beberapa kasus Anda sebaiknya
memilih metode meletakkan tablet-tablet tersebut di bawah lidah jika khawatir
terkena masalah hukum.
Metode ini efektif 80% setelah 24 jam. Kemungkinan
akan terjadi kram dan perdarahan berat, oleh karena itu sebaiknya tablet-tablet
tersebut digunakan di ruang tunggu rumah sakit atau di sebuah kafe dekat rumah
sakit. Perlu diperhatikan bahwa tubuh akan banyak kehilangan jaringan dan
darah, juga janin (tergantung usia kehamilan) yang mungkin bisa dikenali dan
dapat menyebabkan stress. Oleh karena sangat tidak disarankan untuk melakukan
aborsi tanpa bantuan orang lain pada usia kehamilan di atas 15 minggu karena
resiko komplikasi yang tinggi dan dapat menyebabkan trauma yang mendalam.
Prosedur induksi pada tahap tersebut seperti layaknya proses persalinan).
Contoh Aborsi
Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang
terjadi didalam suatu proses aborsi:
1. Pada
kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
Pada
kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan
cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut
langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat
cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh
tersebut.
2. Pada
kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap
ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu,
bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk
anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan
menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus).
Anak dalam
kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk
bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher.
Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian
tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya
disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan.
Dalam klinik aborsi, bisa dilihat
potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan
kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak
berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling
mengerikan.
3.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3
sampai 6 bulan)
Pada tahap
ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas.
Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah
bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.
Aborsi
dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan.
Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam
ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara
perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya – setelah menderita
selama berjam-jam sampai satu hari – bayi itu akhirnya meninggal.
Selama
proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya
berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan
secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.
4. Aborsi pada
kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)
Pada tahap
ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk
mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi
lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus
seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut
hidup-hidup, kemudian dibunuh.
Cara
membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah,
ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga
tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas –
hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat
didalam aborsi ini – bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses
ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi.
Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena
dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi
dilakukan.
Benar, bagi
sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah
proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.
Kematian
bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang
wanita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya,
telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
Apa yang
terjadi jika aborsi medis dilakukan setelah 9 minggu pertama kehamilan?
Jika usia
kehamilan anda lebih dari 9 minggu dan aborsi medis tetap dilakukan,
obat-obatan masih bekerja dan mampu menyebabkan aborsi. Namun, resiko
komplikasi meningkat dan anda mungkin akan membutuhkan perawatan dokter
(bacalah tabel dibawah ini mengenai komplikasi untuk mengetahui angka
peningkatan resiko). Oleh karenanya, disarankan untuk memakai obat-obatan
ketika berada di ruang tunggu rumah sakit atau di kafe dekat rumah sakit. Hal
ini untuk menjaga bila terjadi situasi medis darurat. Gejala-gejalanya persis seperti
keguguran. Bila anda memerlukan perawatan darurat di rumah sakit, sampaikan
pada dokter anda mengalami keguguran, karena perempuan dapat dituntut atas
tindakan aborsi. Gejala dan perawatannya sama dengan keguguran.
Perhatikan
juga bahwa anda akan kehilangan banyak darah dan jaringan, dan kemungkinan
janin (ukurannya tergantung lama kehamilan) yang bisa dikenali. Hal ini cukup
membuat stres. Jika anda tidak memiliki alternatif lain, aborsi medis merupakan
cara yang jauh lebih aman dibanding cara-cara berbahaya lainnya seperti
memasukkan benda tajam ke dalam vagina, menelan bahan kimia beracun seperti
pemutih, atau memukuli perut. Jangan pernah gunakan metode tersebut!
Sumber
ilmiah:
Aborsi medis telah terbukti efektif
digunakan pada trimester pertama kehamilan (usia 12 minggu) dan bahkan
trimester kedua kehamilan. Namun, resiko komplikasi
karena aborsi medis meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Terdapat peningkatan jumlah prosedur operasi yang disebabkan oleh kegagalan
obat atau perdarahan berat.
Lama Kehamilan
|
% Perempuan yang Memerlukan Perawatan Medis Lebih Lanjut
|
0-49
hari (0-7 mg)
|
2 %
|
40-63
hari (7-9 mg)
|
2.5%
|
64-70
hari (9-10 mg)
|
2.7%
|
71-77
hari (10-11 mg)
|
3.3%
|
77-84
hari (11-12 mg)
|
5.1%
|
85-91
hari (12-13 mg)
|
8%
|
(Perawatan komplikasi aborsi medis
meliputi vakum aspirasi untuk kehamilan yang berlanjut atau aborsi tidak
lengkap.)
Untuk kehamilan usia 49 hingga 64
hari (7 sampai 9 minggu), 0,2% perempuan mungkin membutuhkan kuret darurat
karena perdarahan (atau 1 per 500 perempuan yang melakukan aborsi medis).
Perbandingan resiko ini mirip dengan
shock anafilaksis (adalah kondisi yang mengancam nyawa) setelah penggunaan
penisilin.
Untuk kehamilan usia 64 hingga 93
hari (9 sampai 13 minggu), 0,4 % perempuan mungkin membutuhkan kuret darurat
karena perdarahan. Bahkan untuk kehamilan diatas 13 minggu, hanya 5,2 %
perempuan yang membutuhkan bantuan melalui prosedur bedah karena kehamilan
berlanjut atau aborsi tidak lengkap.
Pada tahun 2004, “The Royal College
of Obstetricians and Gynaecologists dalam panduan klinis berbasis bukti
menyatakan bahwa regimen medis Mifepristone yang dikombinasi dengan Misoprostol
aman dan efektif digunakan sebagai alternatif aborsi secara bedah pada usia
kehamilan 9-13 minggu oleh perempuan yang melakukan aborsi pada usia kehamilan
9-13 minggu.
Apabila seorang perempuan tidak
memiliki pilihan aman lainnya dan tidak dapat mengakses layanan bantuan aborsi
ini, maka kemungkinan ia akan memilih cara aborsi yang tidak aman. Beragam
jenis metode untuk memicu terjadinya aborsi dilakukan seperti memasukkan benda
tajam ke dalam vagina, menelan bahan kimia beracun seperti pemutih, atau
memukuli perut untuk menyebabkan aborsi. 32 Aborsi medis merupakan pilihan yang
lebih aman dibandingkan cara-cara lain.
Beberapa
Metode Aborsi
Beberapa metode aborsi yang digunakan pada
trimester pertama. Terdapat dua metode
yang digunakan untuk penghentian kehamilan secara aman dan efektif :
1.
Aborsi
medis
Aborsi medis terjadi apabila penggunaan
obat-obatan dilakukan baik melalui vagina atau diminum untuk mengeluarkan
seluruh isi kandungan.
Jika Anda tinggal di negara dimana tidak terdapat
tindakan aborsi secara aman dan legal, silahkan Anda mengunjungi website kami
www.womenonweb.org. Women on Web adalah pelayanan rujukan online untuk aborsi
medis bagi para perempuan yang tinggal di tempat dimana akses terhadap aborsi
dibatasi. Dengan membuat donasi sebesar 90 euro, Anda akan menerima pelayanan
aborsi medis ( menggunakan Mifepriston dan Misoprostol yang 99% efektif untuk
memicu terjadinya aborsi) yang dikirimkan ke alamat rumah Anda dengan pos
kilat.
Di beberapa negara dimana akses terhadap aborsi
aman dan legal tidak tersedia , Misoprostol mungkin lebih mudah didapatkan dan
merupakan pilihan yang lebih murah daripada layanan Women on Web. Penggunaan
Misoprostol tanpa didampingi Mifepristone terbukti 80% efektif. Jika Anda
memutuskan untuk menghentikan kehamilan hanya dengan Misoprostol, mohon kunjungi
link berikut ini www.womenonwaves.org/set-274-en.html?lang=en dan ikuti
petunjuknya dengan baik.
2.
Aspirasi Vakum/Kuretase
Metode aspirasi Vakum/Kuretase adalah sebuah
metode pengeluaran isi rahim dengan proses penyedotan menggunakan semacam
tabung kanula yang dimasukkan ke dalam rahim melalui leher rahim. Berbagai
istilah lain untuk aspirasi vakum adalah: aborsi penyedotan (suction abortion),
kuretase vakum (vacuum curettage), kuretase penyedotan (suction curettage),
regulasi menstruasi (menstrual regulation) dan penyedotan kecil (minisuction).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO – World Health Organization), kuretase dapat
dilakukan sampai dengan 12 atau 15 minggu setelah periode menstruasi terakhir,
tergantung dari peralatan yang tersedia, dan dibutuhkan pelatihan dan kemahiran
tenaga kesehatan.
3. Urea
Karena bahaya
penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar
urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan
asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal.
Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan
metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik
suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-pusing
atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah
perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim.
Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan
dinding rahim.
4. Prostaglandin
Prostaglandin
merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses
melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban
memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum
waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga
garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk
memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi
janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan
hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari
ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena
dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung,
perobekan rahim.
5. Partial
Birth Abortion
Metode ini sama
seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir.
Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin
juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit)
dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin
ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih
dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk
menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot dimasukkan untuk
menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim
bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
6. Histerotomy
Sejenis dengan metode
operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan
tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi
beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan
dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan
dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk
kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.
7. Metode
Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan
pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan.
Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin
penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat
mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi
berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan
berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul
dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan
kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari
robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat
yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat
terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari
janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.
8. Metode
D&C – Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini,
mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau baja
yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat,
sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama
dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan.
Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini
tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan
keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi,
dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat
menjurus hingga ke kandung kencing.
9. Pil RU 486
Masyarakat
menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik
yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan
usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan
ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke
klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan
seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit
asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian
pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah
untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur
nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak
mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu
36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon
prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi
rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi
rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka
mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di
tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian.
Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan,
untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi
perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius
dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari
kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga
kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa
lainnya mengalami serangan jantung.
10. Suntikan
Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX
sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada
mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus
kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX
ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid – selaput yang
menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid
tidak saja berfungsi sebagai ‘sistim penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang
berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang
karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi
hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus
luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah
gagal rahim dan keguguran.
MTX menghancurkan
integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan
janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari
kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk
memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam
setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan
dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan MTX
dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan
pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan
terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja – di rumah, di
dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan
masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus
menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang
bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena
MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat
diprediksi.
Efek samping yang
tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan
yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang
belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam
bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang
berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis,
“kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”, dan pabrik itu
menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan
tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter
aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX
dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi
lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi
juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah.
Daftar Pustaka
Chang, Dr. William, OFM Cap. Pengantar Teologi Moral.
Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Sofion, Anrini. “Fallopi,” Ensiklopedi Nasional
Indonesia, jilid 5, hlm. 250-251. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989
Yustinus, Dr. dalam makalah yang
berjudul Diskusi tentang Doktrin Mengenai “Intrensence Malum” Sebelum
dan Sesudah Veritatis Splendor. Makalah ini dibuat sebagai bahan ceramah
ilmiah, dalam rangka pembukaan tahun kuliah STFT Widya Sasana, 22 Agustus 2006.